Oleh Septi Dadi, S.Pd.
Kembali ke Sumba setelah merasakan beberapa tahun hidup di Yogyakarta untuk
menempuh studi tidak membuat Septi Dadi terlena dengan semua fasilitas dan
kemudahan kota ini. Desa Wangga, Waingapu, Sumba Timur memanggil dia untuk pulang. Lulus dari
jurusan Pendidikan Matematika Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa tak sejurus pun
ada rasa ragu untuk kembali. Sesampainya
di sana, ia memasukkan lamaran ke SMP N 1 Waingapu
dan langsung diterima. Selain mengajar di sekolah ia membuka les privat Matematika
di rumahnya, mengajar pencak silat untuk anak-anak remaja dan bahkan berbisnis
fashion secara online.
Berbagai
aktivitas Putri, panggilan akrab Septi Dadi, tidak muncul begitu saja
tetapi salah satunya melalui inspirasi yang ia temukan di Stube-HEMAT
Yogyakarta. “Ya, ketika masih berada di Yogyakarta saya aktif
mengikuti kegiatan Stube-HEMAT Yogyakarta. Pelatihan pertama yang saya ikuti adalah pelatihan Pendidikan Global di tahun
2013. Saya ikut beberapa pelatihan dan menemukan berbagai
kesan yang mendalam, tetapi ada satu bagian yang saya suka
karena ada tantangan, di akhir pelatihan peserta pelatihan
ditantang untuk melakukan follow-up
dari pelatihan yang diikuti. Jadi, ketika seseorang mengikuti pelatihan dan
menemukan pengetahuan baru, ia ditantang untuk berpikir kritis dan kreatif merancang
aktivitas sebagai wujud aplikasi dari pengetahuan baru yang ia dapatkan. Ini
yang berbeda ketika mengikuti pelatihan Stube-HEMAT dibandingkan dengan lainnya”, jelasnya.
Setelah
berada di Waingapu dengan berbagai kegiatan yang sekarang, Putri mengatakan bahwa Stube-HEMAT menginspirasinya dan membantunya
melihat dunia lebih luas, tidak saja pendidikan tetapi bagaimana memberdayakan masyarakat. Meskipun latar belakang
studinya adalah pendidikan tetapi ia memiliki resolusi yang bermanfaat bagi orang
lain. “Saya belajar di Stube tentang bagaimana
efisien memanfaatkan waktu dan mandiri dalam melakukan sesuatu. Saya juga berpartisipasi dalam kegiatan Stube-HEMAT Sumba,
seperti menjadi fasilitator pelatihan tentang merintis bisnis online, pelatihan jurnalistik dan kelas
menulis untuk remaja gereja di GKS Praihowar, Sumba Timur”.
Ada satu
aktivitas baru yang Putri lakukan
sekarang yaitu mengelola sanggar baca. Ia menceritakan mimpi tentang sanggar
baca di rumahnya muncul saat kegiatan Stube-HEMAT Yogyakarta berkunjung ke
Sanggar Anak Alam di mana anak-anak bebas untuk belajar dan membaca buku. Ia
merasa prihatin terhadap minimnya fasilitas baca untuk anak-anak di daerahnya.
Ia menulis ide sederhana itu di catatan hariannya dengan harapan suatu saat
akan menjadi kenyataan. Ia sadar bahwa usahanya tidak mudah dan perlu partner. Di
awal tahun 2017, ia bertemu gurunya, Solvina Malahina. Ternyata gurunya memiliki
mimpi yang sama untuk mendirikan Sanggar baca dan belajar. Akhirnya pada 23
September 2017 Taman Baca Gracia resmi
didirikan dan Solvina Malahina sebagai penasihat dan Septi Dadi sebagai ketua Taman
Baca Gracia dan terletak di Tandairotu, Waingapu. Saat ini beberapa relawan
bergabung di Taman Baca Gracia untuk berbagi ilmu dan waktu membimbing
anak-anak yang mengalami kesulitan belajar di sekolah. Ia masih memiliki impian
di masa yang akan datang taman bacaan ini menghasilkan generasi muda yang
berkualitas.
Septi Dadi
mengungkapkan harapannya untuk anak muda, khususnya anak muda Sumba yang sedang
studi di luar daerah, demikian,“Anak muda Sumba yang sedang studi di mana pun berada,
belajarlah banyak hal, lihatlah dan pikirkanlah apa yang akan engkau lakukan di
daerahmu nanti. Belajar teori memang mudah tetapi realisasi tidak seindah tulisan
di atas kertas dan kata-kata yang keluar dari mulut. Ketika pulang ke Sumba, wujudkan
semua teori yang telah dipelajari agar pengetahuan dan pengalaman belajarmu tidak
mubazir tetapi bermanfaat untuk orang lain”. (TRU).
Komentar
Posting Komentar