Dari Poyang Kami Bicara (Pelatihan Singkat Public Speaking di Timur Sulawesi)


Oleh Stenly R.Bontinge, S.T.

Berani berbicara di depan umum, menjadi impian setiap orang tidak terkecuali pemuda Desa Poyang, (kecamatan Balantak Selatan, kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah). Mereka sadar jika keterampilan ini tidak akan didapatkan begitu saja tanpa diperjuangkan. Perjuangan mereka tidak sia-sia sebab mahasiswa KKN Universitas Tompotika posko Desa Poyang, memfasilitasi minat mereka dengan mengadakan pelatihan singkat Public Speaking.


Bertempat di Balai Desa Poyang (22/3/2018), kegiatan ini tampak meriah sebab dihadiri oleh 40 peserta. Meski kegiatan ini hanya ditujukkan bagi pemuda Desa Poyang, tetap tidak menyurutkan minat orang tua untuk datang belajar bersama, beberapa peserta “sepuh” terlihat seperti Bapak Pranto Manuring, Ketua BPD Poyang dan Bapak Enta Pe’a Majelis Jemaat Solafide Poyang.


Antusiasme Peserta
Public Speaking merupakan topik yang jarang diperdengarkan di kalangan muda pedesaan Sulawesi, bagi mereka ini adalah tema asing, maka antusiasme terlihat di wajah mereka, menyimak materi yang difasilitasi oleh aktivis Stube-HEMAT, Stenly Recky Bontinge. Antusiasme peserta nyata dari banyaknya pertanyaan. Salah satu pertanyaan menarik dikemukakan oleh Sumartono Rabaelun, pertanyaan yang mewakili sebagian besar peserta malam itu, yaitu “bagaimana cara mengatasi “demam panggung” saat tampil di depan umum? Pertanyaan ini langsung dijawab dengan beberap tips dan cara meningkatkan kepercayaan diri. Tak hanya teori, peserta juga diajak praktek, mereka maju ke depan memperkenalkan diri masing-masing selama 1 menit, sesekali terlihat senyuman malu-malu sembari menundukkan kepala. Praktek tersebut dimaksudkan untuk menerapkan metode menghilangkan verbal graffiti, yakni kebiasaan saat berbicara memakai kata-kata yang tidak perlu dan diulang-ulang seperti eee..., mmm…, anu…, trus…, mungkin…, apa ya..., dst. Terbukti hampir semua peserta melakukan verbal graffiti. Diam untuk beberapa saat adalah verbal graffiti dominan malam itu. Melihat hal itu fasilitator tidak hanya diam, tetapi ikut memperkenalkan diri, memberi contoh yang benar, menggunakan teknik non-verbal dan tentu saja tanpa verbal graffiti.

Tak Ada Ilmu Kota dan Ilmu Desa
Selama ini Public Speaking dipandang sebagai ilmu komunikasi eksklusif, “ilmu orang kota” tetapi sebenarnya tidak, seperti yang dikatakan Yunius Bintang, aktivis pemuda Desa Poyang “kami adalah tulang punggung Desa Poyang, ilmu seperti ini sangatlah penting demi menunjang kemajuan pemuda, sebab komunikasi yang baik adalah jaminan naiknya daya tawar SDM Desa kami ke tataran yang lebih tinggi. Keterampilan praktis ini dapat diaplikasikan secara langsung dalam kegiatan ibadah, rapat desa atau Jemaat, presentasi tugas kuliah dan sekolah, MC dan lain sebagainya, jadi tak ada ilmu kota atau ilmu desa, semua ilmu pasti berguna di mana saja”.     

Hal senada juga dikatakan penyelenggara kegiatan, Roslin Tangayo, Mahasiswa KKN, Fakultas Ekonomi UNTIKA “keterampilan public speaking sangat berguna meningkatkan kepercayaan diri saya. Kegiatan ini juga mendukung program KKN kami yang didasarkan pada salah satu aspek Tri Dharma perguruan tinggi yaitu pengabdian masyarakat”.

Waktu dua setengah jam pun berlalu, tepat pukul 21.30 WITA kegiatan berakhir. Toleransi waktu tambahan setengah jam tak jadi masalah, mereka senang menimba ilmu baru demi peningkatan kapasitas diri. Semoga kegiatan positif seperti ini akan berlanjut sebagai perintis dari jalan panjang. (Diaspora Stube-HEMAT di Celebes. SRB).



Komentar

  1. Kegiatan yang menarik dan membuka wawasan! Selamat berkarya utk Stube HEMAT dan Stenley!

    BalasHapus

Posting Komentar