Kemiskinan di Sumba Timur: Tanggung Jawab Siapa?


Oleh Rudyolof Malu Pinda, S.Sos.

Usai lulus sarjana di Universitas Atma Jaya Yogyakarta, saya, Rudyolof Imanuel Malo Pinda kembali ke Sumba, tanah kelahiran saya. Sebagai aktivis Stube-HEMAT, saya dilatih berpikir kritis, peka terhadap situasi masyarakat dan cepat bertindak berbekal ilmu yang saya dapatkan di kampus dan pelatihan di Stube-HEMAT Yogyakarta, seperti multikultur, komunikasi, organisasi dan manajemen konflik. Saya sebagai orang muda tergerak untuk mengabdi dan berkarya melalui kegiatan organisasi dan kelompok belajar yang saya rintis, seperti bahasa Inggris bagi kaum muda, pemuda Sumba Timur dan pemuda gereja. Di bidang pemuda GKS Jemaat Payeti saya memimpin kerohanian yang mengelola ibadah dan persekutuan pemuda.


Saya mencermati ada berbagai masalah sosial yang terjadi di Sumba, Kompas, salah satu media cetak memuat berita kekeringan terbesar NTT ada di Sumba Timur, masalah lain seperti kekerasan terhadap anak dan perempuan, kemiskinan dan masalah lainnya. Kemudian saya merenung  dan memikirkan apa peran gereja dan institusi pendidikan dalam mengatasi masalah tersebut? Kenyataannya masyarakat Sumba Timur sebagian besar beragama Kristen dan hampir di setiap kecamatan berdiri kokoh gereja yang besar. Lantas apa yang gereja lakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat? Tentu bukan sekedar berkhotbah tetapi aksi nyata menjawab tantangan tersebut. Tak ketinggalan institusi pendidikan yang ada di Sumba Timur pun mesti berperan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Kemudian saya bersama pemuda merancang acara seminar untuk mencari jawaban atas masalah tersebut. Akhirnya saya terpilih sebagai ketua panitia seminar Pemuda GKS Payeti yang diadakan hari Sabtu, 21 April 2018 di GKS Jemaat Payeti dan mengundang Pdt. Norlina Rambu Jola Kalunga, S.Si, M.Si. (Teol), rektor Universitas Kristen Wirawacana (Unkriswina) Sumba yang memaparkan Peran Institusi Pendidikan dalam Mengatasi Kemiskinan di Sumba Timur dan Pdt. Lastri R. Agustaf, S.Si. M.Si (Teol), pendeta Gereja Kristen Sumba (GKS) Jemaat Payeti dengan topik Peran Gereja dalam Mengatasi Kemiskinan di Sumba Timur.


Pdt. Norlina mengungkapkan bahwa gereja merupakan institusi yang besar, beragam latar belakang jemaat, seperti politisi, tukang ojek, dokter, petani, nelayan dan sebagainya. Keberagaman ini merupakan potensi untuk mengatasi masalah kemiskinan di Sumba Timur, jika setiap elemen jemaat bersatu dan bekerja sama menemukan solusi pengentasan kemiskinan. Lebih lanjut, Unkriswina terus berjuang mewujudkan visi-misi sebagai kampus swasta Kristen Protestan melalui rintisan desa binaan untuk melihat potensi desa dan dikembangkan secara benar, menyiapkan kader-kader pemimpin bangsa yang terbaik, menerapkan integritas dan nilai-nilai kekristenan kepada mahasiswa, jauh dari tindak korupsi, perkelahian, narkoba dan perilaku negatif lainnya. Kampus juga melakukan riset-riset untuk mengembangkan desa berdasar potensinya.

Berikutnya, Pdt. Lastri mengatakan peran gereja, khususnya GKS Jemaat Payeti untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui bakti sosial dan pelatihan kepada pemuda, seperti peternakan, pertanian, dan kewirausahaan. Satu pelatihan biasanya diadakan selama 1 bulan dan diakhiri dengan bantuan modal kepada peserta. Saat ini anak muda yang mengikuti pelatihan telah mengolah lahan dan merawat ternak. Kegiatan lain berupa diskusi dengan masyarakat desa untuk menyadarkan pentingnya sekolah. Gereja mencoba memperbaharui pemikiran masyarakat bahwa memang benar adat penting, tapi pendidikan anak harus diutamakan supaya kelak jangan ada anak-anak Sumba Timur yang buta huruf dan tidak mempunyai ijazah. Gereja harus memastikan setiap jemaat terpenuhi kebutuhan rohani maupun jasmani.


Seminar pemuda ini mampu mewarnai GKS Jemaat Payeti khususnya pemuda dan realitas sosial yang terjadi di masyarakat. Jadi, saatnya anak muda Sumba bergerak menjawab permasalahan yang terjadi di Sumba. (RUD).

Komentar