Desa Wunga, Kec. Haharu, Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur, merupakan desa yang terletak di
bagian utara Sumba. Cerita situasi desa ini sampai telinga saya dari sepupu
saya Apriana dan teman saya Marselinus Hambakodu, dosen
Peternakan di kampus Universitas Kristen Wirawacana Sumba yang merupakan
orang asli desa Wunga. Banyak anak di
desa Wunga belum
bisa baca tulis bahkan ada beberapa anak SD belum bisa menulis namanya sendiri.
Bukan lagi hal baru, terutama
di daerah-daerah yang terisolir, masih banyak anak usia sekolah dasar mengalami
kesulitan membaca dan menulis. Biasanya hal seperti ini menjadi tugas dan
tanggung jawab sekolah, namun sampai sejauh mana guru dan sekolah mampu menyentuh setiap individu dengan
keterbatasan waktu dan jumlah pengajar, sementara siswa melimpah jumlahnya. Perlu
kekuatan tambahan khususnya anak muda yang sudah mengenyam pendidikan
lebih tinggi dengan penuh kesadaran berkontribusi dalam usaha peningkatan
sumber daya manusia.
Saya tergerak
hati untuk melihat keberadaan anak-anak di desa Wunga karna kebetulan juga saya
belum pernah berkunjung sampai ke sana. Setelah melalui perbincangan panjang, saya, Apriana, dan Marselinus
sepakat merintis
taman baca di Wunga
dan pada tanggal 2 Januari
2020 dengan menempuh 4 jam perjalanan naik sepeda motor, saya menginjakkan
kaki pertama kali di desa ini. Lokasi yang sangat jauh, tanpa jaringan komunikasi dan belum
ada aliran listrik. Lengkap sudah,
Wunga jauh dari sentuhan milenial, bahkan bisa dikatakan desa terpencil.
Saat kami tiba,
anak-anak sudah berkumpul di gedung posyandu dan siap untuk belajar. Ada sekitar 30 orang anak
datang di gedung posyandu dan sangat antusias menyambut kami. Saya pun menyapa
mereka, bercerita dan mengajak mereka bermimpi, kelak mereka ingin menjadi apa
atau ingin menjadi seperti siapa. Karena latar belakang pendidikan saya pendidikan
bahasa Inggris,
saya pun
mengajari mereka mengenal nama-nama profesi dalam bahasa Inggris,
mengajari mereka kata benda dan kata sifat dalam bahasa Inggris dan
juga lagu bahasa Inggris.
Semangat belajar mereka tinggi sekali. Ketika saya bertanya lokasi sekolahnya dimana, mereka
menjawab kira-kira 2 km jalan kaki jauhnya. Menggelitik sekali ketika
mendengar mereka mengatakan bahwa mereka sangat rajin ke sekolah namun
guru mereka yang jarang masuk sekolah, sungguh sebuah ironi pendidikan.
Hal inilah yang menjadi semangat bagi saya untuk terus mendampingi, dan
membangun semangat belajar mereka. Walaupun jarak lokasi mereka sangat jauh
dari tempat saya, namun tidak mengurangi niat saya untuk ada buat mereka dan
dengan bekerjasama dengan teman-teman penggiat taman baca di sana, kami
sepakat untuk berkunjung ke desa Wunga 2 kali dalam sebulan untuk melakukan pendampingan belajar. Semoga
dengan hadirnya taman baca, menambah semangat belajar mereka, mendapatkan
pengetahuan yang baru dan lewat membaca mereka bisa melihat dunia lebih dekat.
Anak adalah harapan masa depan bangsa dimana masa tumbuh kembang yang baik akan menunjang masa depannya. Sehat jasmani dan rohani, cerdas, pendidikan dan
pengasuhan yang berkualitas menjadi tanggung jawab semua elemen masyarakat. Banyak
harapan di dada untuk desa Wunga. ** (ELZ).
Komentar
Posting Komentar