Oleh Natasya Derman, S.Pd.
Memasuki tahun 2020 dunia digemparkan dengan Covid 19, virus yang sangat mudah menular dari Cina pada Desember 2019. Penyebaran Covid 19 dari negara satu ke negara lainnya begitu cepat dan telah merenggut jutaan jiwa. Tak hanya itu, pandemik ini melumpuhkan bidang ekonomi dan mengubah beragam aktivitas manusia di sekolah dan di kampus, perkantoran dipaksa tutup, dan kegiatan yang melibatkan banyak orang dijalankan secara online demi menahan sebaran virus ini.
Tak
terelakkan, awal Maret
2020 virus ini terdeteksi masuk Indonesia dan menyebar ke berbagai wilayah di Indonesia termasuk
Maluku. Pemerintah pusat sampai daerah beserta pihak
kesehatan melakukan berbagai
upaya seperti himbauan, peraturan dan larangan sampai
langkah-langkah penyembuhan
demi mengurangi sebaran
infeksi virus ini. Meskipun kabupaten Kepulauan Aru tergolong
zona hijau, sekolah-sekolah di kepulauan Aru
diliburkan mulai 20 Maret
2020. Namun keputusan libur ini hanya berlangung beberapa
hari dan selanjutnya
belajar mengajar dibuka kembali dengan
metode pembelajaran dalam
jaringan (daring) karena mengingat
pentingnya pendidikan bagi generasi muda di kawasan
setempat.
SMA PGRI
Dobo atau yang sering disebut Smaper, tempat dimana saya mengajar Bahasa Indonesia merupakan
salah satu sekolah di kabupaten
Kepulauan Aru yang menerapkan kebijakan pembelajaran daring.
Memang awalnya sekolah libur namun diaktifkan
kembali dengan Belajar Dari Rumah (BDR) sehingga guru dan siswa memanfaatkan media sosial Facebook,
Whatsapp dan Zoom. Setiap kelas mengikuti dua mata
pelajaran setiap hari, dari
Senin sampai Sabtu. Saya dan guru-guru lainnya
menyampaikan materi menggunakan fasilitas sekolah seperti komputer, wifi dan perangkat lainnya,
kemudian diakhir pembelajaran guru mengirim
materi tadi ke grup-grup belajar dalam format pdf
maupun video sehingga siswa bisa mempelajari lebih lanjut.
Situasi
Belajar dari rumah nampak sederhana,
namun sebenarnya tidak mudah mengingat jaringan internet di kawasan Kepulauan Aru, khususnya Dobo cenderung tidak stabil dan tidak
semua siswa memiliki gawai, atau sebagian lagi memiliki gawai tetapi
tidak memiliki pulsa akses internet.
Kendala-kendala tersebut menghambat proses pembelajaran sehingga sangat
membutuhkan dukungan orang
tua, guru dan pemerintah. Saya mencermati ada beragam
langkah yang dilakukan orang tua, misalnya meminjamkan
gawai kepada anaknya, siswa meminjam dari kakaknya maupun berkumpul dengan teman lain demi
mengikuti pembelajaran daring. Saat ujian menjadi tantangan berikutnya, ketika soal-soal
ujian dikirim ke grup-grup belajar,
tetapi bagi siswa yang tidak memiliki gawai dan yang
tidak memiliki paket internet, guru-guru harus mengantar soal ujian
kepada mereka. Ini tidak mudah karena rumah siswa
tersebar di wilayah yang berbeda bahkan sampai ada yang keluar pulau Dobo. Guru
dan siswa menyepakati waktu pengumpulan soal
ujian dan ketika selesai
guru-guru mengambil hasil ujiannya. Bagi siswa yang menggunakan gawai, dan memiliki paket data bisa langsung
mengirim hasil ujiannya, bisa melalui WhatsApp maupun
Camscanner kepada guru mata pelajaran.
Sampai
pertengahan Juli, Kepulauan Aru
masih termasuk zona hijau sehingga pemerintah daerah melonggarkan peraturan sehingga sekolah-sekolah bisa memulai pembelajaran tatap muka dengan mematuhi protokol kesehatan,
yaitu menggunakan masker, jaga jarak, pengecekan suhu badan, cuci tangan sebelum masuk kelas dan kelas hanya diisi 20 siswa, separuh dari kapasitas
kelas. Situasi berubah kembali ketika ada pasien terdeteksi Covid dan
pembelajaran kembali dilakukan dari rumah.
Situasi
memang belum pasti dan mudah berubah, namun yang jelas setiap pihak yang
terlibat di sekolah tetap waspada sehingga belajar daring masih menjadi pilihan. Bagi saya, situasi Covid
ini memang menimbulkan keresahan, tetapi saya seperti mendapat hikmat karena
saya bisa meningkatkan keterampilan menggunakan aplikasi baru di komputer dan
mengasah metode mengajar agar siswa tidak bosan. Tak hanya itu, saat mengantar
tugas sekolah ke rumah siswa, saya menemukan beragam pengalaman unik, seperti
mengenal dan berbincang dengan keluarga siswa, merasakan suasana tempat tinggal
siswa dan mendatangi tempat-tempat baru di Dobo antara lain Tugu Cenderawasih,
Namajala, Bambu Kuning, karena saya tinggal di Gardakau. Jadi, yakinlah bahwa
di setiap situasi yang terjadi apakah menyenangkan atau menyusahkan, pasti ada
pengalaman-pengalaman baru yang akan ditemukan.
Komentar
Posting Komentar