Saya Kristiani Pedi dan biasa dipanggil Ina. Saya berasal dari
desa di kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur. Seperti kebanyakan anak muda
usai lulus SMA, saya ingin melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi agar
memiliki pekerjaan yang layak dan karir yang baik. Awalnya saya ingin kuliah di jurusan Teologia supaya
bisa menjadi pendeta dan melayani jemaat gereja. Namun tantangan besar saya
hadapi, anggapan perempuan tidak perlu mendapat pendidikan tinggi, tawaran
untuk langsung kerja saja, dan lainnya. Hambatan terbesar untuk melanjutkan
studi adalah keterbatasan ekonomi yang memaksa saya memendam
harapan melanjutkan kuliah meskipun semangat belajar terus menyala.
Keadaan ini di satu sisi membuat
saya down, tetapi di sisi lain saya memiliki waktu luang cukup banyak. Pada
dasarnya saya orang yang tidak bisa diam dan ingin beraktivitas, jadi saya
memilih untuk mengikuti aktivitas apapun asalkan bermanfaat. Suatu ketika saya
mengikuti kegiatan Stube HEMAT Sumba dan melalui pelatihan yang diadakan, saya memahami
bahwa lembaga ini memperhatikan mahasiswa, anak muda dan mengajarkan
banyak hal tentang kehidupan, pentingya proses belajar, mempelajari ilmu pengetahuan, bagaimana penerapannya
dan masih banyak lagi. Bersyukur lagi ketika Stube HEMAT Sumba
melalui program Exposur ke Stube HEMAT Yogyakarta tahun 2019 memberikan kesempatan
kepada saya dan dua mahasiswa dari Sumba untuk belajar di Stube
HEMAT Yogyakarta selama satu bulan. Selama di Yogyakarta, Stube
HEMAT Yogyakarta mendampingi kami belajar lebih banyak tentang
pengembangan diri, pertanian, kreativitas dan wirausaha, fotografi, memasak dan
beberapa keterampilan praktis lainnya. Setibanya di Sumba saya mendapat perhatian
dan dukungan dan yang kontinyu
dari team Stube HEMAT Sumba dan Yogyakarta untuk membagikan dan mengembangkan
pengetahuan yang didapat selama di Yogyakarta. Salah satunya adalah
mengembangkan lahan pertanian anak muda dan fotografi.
Tahun 2020 ada pendaftaran Sekolah Perhotelan di Sumba Barat Daya dan saya memutuskan untuk mengikuti tahapan seleksi. Saya harus berkompetisi dengan ratusan kandidat dari empat kabupaten di Sumba demi satu kesempatan. Saya menyadari bahwa kompetisi memang berat karena sekolah ini memiliki level internasional tetapi saya tidak menyerah. Saya berani bermimpi dan saya harus menyiapkan diri dengan terus belajar dan mencintai setiap proses. Salah satu hal yang saya lakukan adalah meningkatkan kualitas diri dengan mengasah kemampuan berbahasa Inggris, ya, karena bahasa Inggris adalah bahasa Internasional. Kemampuan berbahasa Inggris akan menolong seseorang berkomunikasi dalam level internasional. Saya belajar bahasa Inggris secara mandiri tanpa mengikuti kursus. Akhirnya saya menjadi salah satu dari lima puluh calon di jurusan yang saya minati, yaitu department front office. Saya sangat bersyukur menjadi bagian dari sekolah ini sebagai sekolah impian sebagian anak muda Sumba. Di sini saya belajar untuk menjadi pribadi yang disiplin dan bertanggung jawab.
Saya merenungkan kembali ketika
studi saya tertunda, ternyata Tuhan membuka ‘jalan lain’ untuk belajar melalui
Stube HEMAT, yang membentuk saya menjadi orang yang tangguh, tidak mudah
menyerah dan kreatif. Di usia yang kedua puluh tahun saya mendapat berkat
Tuhan untuk melanjutkan belajar di Sumba Hospitality Foundation di Sumba Barat
Daya. Stube HEMAT menginspirasi saya dan membuka
kesempatan belajar banyak hal. Satu hal yang selalu saya
pegang adalah Stube tidak pernah membiarkan anak-anak didiknya melangkah
sendiri, saya sangat beruntung bisa menjadi bagian dari Stube yang selama ini
terus mendukung saya bahkan menjadi keluarga.
Banyak mimpi yang saya miliki
seperti; membantu mengurangi beban mama saya untuk membiayai
sekolah adik-adik, merintis pondok tenun ikat untuk
melestarikan warisan budaya Sumba Timur, membuka
kesempatan pekerjaan untuk anak-anak muda, mengembangkan komunitas Ana Tana (pertanian
anak muda), serta menjangkau anak-anak muda dan menjadi wadah
pengembangan bakat bagi mereka. (TRU).
Komentar
Posting Komentar