Kembali ke Ohoirenan, Kampung Halamanku

Sarlota Wantaar, S.Pd.          

“Bangun jam empat pagi, siap-siap pergi ke desa tetangga untuk sekolah, demi masa depan yang lebih baik, itulah perjuangan anak-anak di Ohoirenan, Kei Besar Selatan. Karena letak geografis desa yang tidak mendukung untuk membangun gedung sekolah, maka tidak setiap desa memiliki fasilitas pendidikan gedung sekolah dari SD sampai SMA.”

Saya, Sarlota Wantaar, alumnus SMP Negeri Satu Atap Nerong. Saya tinggal di Ohoirenan, sebuah desa di pesisir timur kecamatan Kei Besar Selatan, kabupaten Maluku Tenggara, provinsi Maluku. Ketika masih SMP saya tidak diijinkan orang tua untuk tinggal di kampung tetangga, sehingga saya harus bangun pagi untuk mempersiapkan diri ke sekolah, jalan kaki bersama teman-teman sejauh tiga kilometer dari pesisir timur Kei Besar menuju pesisir barat melalui jalan setapak dan naik turun bukit. Sekarang saya kembali untuk mengabdi di sekolah asal saya sebagai guru setelah selesai kuliah dan mengembangkan diri di Yogyakarta. Setelah kurang lebih 7 tahun saya tinggalkan, namun ternyata kondisi saat ini tidak jauh berbeda seperti saat dulu, anak-anak berangkat ke sekolah masih berjalan kaki. Saya pun juga.

Anak-anak dari Desa Ohoirenan yang bersekolah di SMP harus ke desa tetangga, yaitu di SMP Negeri Satu Atap Nerong, mereka harus mendaki dan menuruni bukit melalui jalan setapak yang berbatu untuk sampai ke sekolah yang memakan waktu satu jam non stop. Yang menyayat hati adalah saat berjalan kaki menuju ke sekolah sebagian besar anak-anak tidak menggunakan sepatu, sandal atau alas kaki lainnya, mereka baru memakainya setelah dekat sekolah karena mereka lebih sayang sepatu supaya lebih awet.

Terkadang jika beruntung, saat pagi ada mobil air atau truk yang berangkat menuju kota memberi mereka tumpangan. Anak-anak merasa senang dan bahagia karena mereka tidak perlu berlelah mendaki bukit, tetapi tidak setiap hari ada truk yang lewat, sehingga mereka lebih banyak berjalan kaki. Ketika pulang sekolah, mereka melewati jalan yang sama dan sampai  rumah sudah sore. Hal ini membuat mereka tidak punya banyak waktu di rumah.

Selama tiga tahun sekolah di SMP, sebagian anak berhasil menyelesaikan pendidikan dan lanjut ke tingkat yang lebih tinggi, bahkan sampai perguruan tinggi dan berhasil mengikuti tes seperti tentara, pegawai dan lain-lain. Namun, sebagian anak gagal melanjutkan sekolah karena beragam alasan, seperti keterbatasan biaya, menikah dini dan memilih tinggal di rumah saja. Beberapa pengalaman anak-anak yang berhasil itu bisa memotivasi anak-anak di SMP Negeri Satu Atap Nerong.

Ada hal yang menarik ketika sebagian anak-anak ke sekolah membawa makanan ketika jam istirahat. Saat jam istirahat itu mereka memiliki kesempatan berjualan karena di sekolah tidak ada kantin sekolah. Makanan yang mereka jual adalah buatan orang tua mereka, seperti nasi bungkusmie dan ikan, kue donat, roti goreng, keripik pisang, dan es lilin. Anak-anak berjualan di sekolah untuk membantu orang tua mereka.

Ini menjadi tantangan bagi saya di Ohoirenan, bagaimana memotivasi mereka untuk tidak mudah menyerah dan tetap berjuang. Saya bisa membekali mereka dengan pemahaman apa yang bisa mereka lakukan untuk mengembangkan kreativitas selain ilmu yang mereka dapat di sekolah, seperti dengan memanfaatkan hasil-hasil alam di sekitar mereka. Saya percaya setiap proses usaha pasti ada hasilnya. ***


Komentar