Bukan Tape Singkong Sembarang Tape

Terobosan Baru Bengkulu Utara

Oleh Diana Sari

Tak pernah terlintas di pikiran saya menekuni bisnis tape singkong. Berawal dari bersih-bersih lahan sawit dari tanaman singkong yang tumbuh terlalu banyak, sebagian hasil singkong dijual, diberikan ke tetangga dan diolah menjadi keripik, namun ternyata sisanya masih cukup banyak. Saya berpikir, kenapa tidak diolah menjadi tape saja? Lalu saya lihat video tutorial di YouTube tentang belajar membuat tape. Tak kurang dari empat kali percobaan saya lakukan, baru menemukan komposisi yang pas.

Oh ya, saya Diana Sari, salah satu peserta di Multiplikasi Stube HEMAT di Bengkulu. Saya tinggal di Argamakmur, Bengkulu Utara, kabupaten dengan luas lebih dari 4.400 km2 yang didominasi perkebunan sawit, karet dan kebun lainnya yang dikerjakan oleh penduduk. Di sini ada beberapa pabrik yang mengolah tandan buah sawit menjadi minyak sawit. Selain itu ada batubara dan daya tarik wisata air terjun Kemumu.

Dari media sosial saya tahu Bengkulu Utara cocok untuk sayuran karena temperatur daerah cukup sejuk, tetapi saya merasa kurang terampil untuk menanam sayuran skala besar. Jadi saya urung menanam sayuran. Kemudian di tahun 2022 ada lahan sawit untuk dikerjakan dan bersama suami menanam singkong di sela-sela tanaman sawit. Sebenarnya singkong dianggap kurang pas karena dianggap berebut nutrisi dengan pohon sawit dan sawitnya bisa kurus. Itu juga diajarkan oleh orang tua saya, paman dan keluarga yang lain. Akhirnya kami berhenti menanam singkong, tapi singkong yang sudah ditanam itu tumbuh dan siap panen.

Saya masih mengingat produksi pertama tape singkong 8 kg dan dijual 12.000 per kg dengan keuntungan kotor hampir Rp 100.000.  Suami saya tertarik dan meyakinkan saya untuk mengerjakan lagi untuk dijual minggu depan. Waktu itu saya lupa larangan menanam singkong dan justru meminta suami untuk menanam kembali. Saya berpikir orang-orang di desa saya merespon biasa, ternyata sebaliknya, banyak yang suka tape singkong. Jadi saya merancang kemasan dan label yang lebih baik. Bahkan tak jarang pesanan datang tiap minggunya sebelum saya mengiklankan. Saya sangat semangat dan suami pun mendukung. Di sisi lain, bisnis ini membuat saya merasa berharga dan yakin untuk berwirausaha.

Bahan produksi tape singkong yang saya perlukan adalah singkong, ragi, dan daun pisang untuk membungkus dalam box container. Hari Kamis merupakan awal produksi, dimana saya tinggal menunggu saja di rumah, dan penyuplai singkong datang dan membawa ke rumah dengan harga 2.500 – 3.000 per kg sesuai kondisi. Proses peram berlangsung selama dua malam. Saat ini saya mampu mengolah 20 kg singkong mentah dengan hasil 15-17 pax tergantung kondisi singkong, ada yang terlalu tua atau kurang bagus, jadi sortir dari tahap pencucian, peragian sampai pengemasan. Jadi, hanya tape singkong dengan kondisi terbaik yang dipasarkan dengan harga Rp 10.000 per pax (750 gr).


Sejak saya membuat tape singkong, orang-orang terinspirasi untuk menanam singkong dengan meminta bibit, sehingga lahan singkong meluas dan produksi meningkat, termasuk mertua saya, menanam singkong di sela-sela pohon sawit muda seluas ¾ ha. Saya menampung hasilnya sehingga ia mendapat income dari singkong yang ia budidayakan. Saya memasarkan sampai kecamatan tetangga di Argamakmur dan Girimulya, meskipun orang-orang mengatakan rugi bensin, tapi suami mendukung bahwa promosi dan pemasaran butuh biaya. Lagipula biaya produksi bisa ditekan karena bahan baku mudah dan dari lahan sendiri.

Meski di awal proses ada rasa malu dan ragu untuk memasarkan, tetapi begitu produksi suami saya paling bergegas untuk memasarkan. Ia juga mengatakan kita harus hasilkan makanan tanpa pengawet, pewarna, penyedap, jadi tape singkong ini salah satunya. Kita harus usahakan yang ada pada kita, jangan muluk-muluk, yang penting ditekuni saja. Pesan saya untuk anak muda di mana pun berada, jangan malu untuk memasarkan sesuatu yang dibuat sendiri dan mau terus belajar dengan bersedia menerima masukan. Kalau gagal maka harus dipelajari mana yang gagal dan kumpulkan modal dan kerjakan semampunya. Berusaha, Belajar dan Bisa!***

Komentar

Posting Komentar