Fermentasi Kayu Manis dari Waerebo

Oleh Eufemia Sarina, S.Par.          

Saya sangat bersemangat untuk kembali ke tempat asal saya karena ingin mempraktekkan apa yang saya pelajari bersama Stube HEMAT Yogyakarta tentang pangan lokal. Stube HEMAT merupakan sebuah lembaga pengayom mahasiswa dari berbagai daerah dan kampus dengan berbagai ilmu dan keterampilan yang dibekalkan kepada mahasiswa, sehingga meningkatkan kemampuan mahasiswa itu sendiri. Tema-tema pelatihan lainnya yang saya ikuti antara lain, tentang air, hak-hak anak, ekonomi kelautan dan masih banyak lagi. Bahkan, saya menyebut Stube HEMAT sebagai kampus kedua setelah kampus tempat saya belajar, karena di Stube HEMAT saya memperoleh pengetahuan baru selain yang saya pelajari di kampus.

Saya, Eufemia Sarina, dari desa Waerebo, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur. Waerebo dikenal sebagai daya tarik wisata di Indonesia bahkan internasional. Berbicara tentang Manggarai, kopi menjadi icon khas. Apakah hanya kopi saja potensi lokal di daerah saya tinggal? Ternyata ada beragam jenis, yaitu cengkeh, vanili, jeruk dan kayu manis. Biasanya penduduk setempat mengolah produk pertanian dan perkebunan untuk konsumsi sendiri dan dijual di kota. Dari bekal yang saya dapat di Stube HEMAT, saya berinisiatif untuk memanfaatkan pangan lokal, yaitu fermentasi kayu manis. Ini adalah langkah lanjut saya mempraktekkan keterampilan mengolah hasil kebun yang ada. Saya berharap minuman fermentasi ini bisa menjadi minuman buah tangan kunjungan wisata selain tenun dan hiasan asesoris.

Kayu manis merupakan salah satu pangan lokal yang banyak tumbuh di pegunungan sekitar Waerebo. Pada umumnya, orang memanfaatkan kayu manis untuk menambah cita rasa dan aroma pada makanan dan minuman karena aromanya yang khas, bahkan menjadi bahan pengawet makanan dan minuman sehingga bertahan lebih lama. Masyarakat Waerebo memanfaatkan kayu manis untuk menambah aroma pada kopi dan menjualnya ke kota namun terkadang harganya rendah. Harapannya dengan pengolahan minuman berbasis kayu manis masyarakat setempat bisa mendapat nilai ekonomis yang lebih baik.

Fermentasi membutuhkan bahan dan alat seperti; toples atau botol fermentasi, airlock, saringan dan alat memasak. Sedangkan bahan yang dibutuhkan antara lain kayu manis, gula, ragi, dan air. Saya merebus sampai mendidih semua bahan tersebut kecuali ragi, kemudian mendiamkannya sampai dingin. Setelah dingin, masuk dalam proses fermentasi menggunakan alat fermentasi dan disimpan di tempat gelap. Proses ini membutuhkan waktu minimal tiga minggu. Awal saya mengolah di pertengahan Oktober dan bisa dipanen di awal November tepatnya di 4 November 2023. Saya mengundang bapak ibu saya dan kakak laki-laki untuk mencicipi dan menilai rasa minuman ini. Mereka mengakui rasanya cukup enak, segar dan hangat di badan, cocok untuk tempat yang udaranya dingin. Bapak saya mengatakan, “Ini enak sekali, saya harus belajar supaya bisa membuatnya kalau Enu (kamu, untuk perempuan – bahasa Manggarai) pergi merantau lagi. Yang penting beritahu saya bahan yang harus disiapkan dan cara membuatnya.

Meski produksi pertama ini dinilai enak, bukan berarti perjuangan saya untuk membuat minuman yang saya sebut fermentasi kayu manis sampai di sini saja. Mereka menyukai dan bahkan memberi support terhadap hasil kerja saya. Saya secepatnya memproduksi lagi dan bisa memasarkannya. Harapannya, ke depan masyarakat Waerebo mengetahui tentang potensi pangan lokal yang ada dan mereka tertarik untuk mengolah bahan-bahan yang ada supaya mendatangkan income bagi mereka. 

Di Stube HEMAT-lah wawasan saya terbuka bahwa anak muda harus berbuat sesuatu yang membawa perubahan baik di daerahnya. Saya berharap Stube HEMAT Yogyakarta tetap eksis dalam memberdayakan mahasiswa baik di Yogyakarta dan kota lainnya, bahkan berimajinasi suatu saat ada Stube HEMAT di Manggarai, atau bahkan di Waerebo. ***

Komentar